Pada tahun 2009, ada seorang ibu datang kepada saya dan anaknya. "Uang saya dibawa kabur sama temennya suami saya, Ustadz. Gimana nih, Ustadz? Saya jadi stress mikirin."
Itu tuh. Sebenernya efek dari Laa Ilaha Ilallah kita paham bahwa yang memberi adalah Allah, yang mencabut juga Allah. Dengan demikiran, pikiran kita enteng. Begitu ilang duit, ya kembaliin dulu kepada Allah.
Saudara harus bulet Laa Ilaaha Ilallah-nya. Jangan tawakal itu cuma sampai urusan yang susah-susah. Tidak. Tawakal itu pun termasuk urusan yang seneng-seneng.
Tawakal jtu adanya di mana? Di akhir? Ga juga. Tawakal juga ada di awal. Begitu Saudara dijabattanganin sama pimpinan perusahaan, "Selamat ya, Saudara hari ini kerja disini." Maka, di hari itu tawakal sudah harus ada. Apa maksudnya? Allah memberi pekerjaan, maka Allah pula yang nanti bisa mencabut pekerjaan ini.
Ketika Saudara buka pintu toko nih, jegrek. Pada saat itu tawakal harus sudah ada. Bukan selalu di akhir tawakal itu. Di awal, persiapkan diri buat tawakal, buat pasrah. "Hari ini, Ya Allah, mau laku, ga laku, yang penting saya sudah berusaha. Berusaha itu adalah ibadah dan ibadah itu mendatangkan rezeki, terserah Engkau, Ya Allah. Engkau mau ngasih saya rezeki, terserah Engkau, terserah Engkau aja dah, pokoknya saya dagang."
Saudara dagang nih, terus di waktu dhuha, Saudara luangin waktu buat shalat dhuha. Alhamdulillah setelah shalat dhuha ga laku-laku. Ga ada urusan sama kita, ga ada urusan. Kita percaya rezeki kita bukan dari customer, rezeki kita bukan dari klien, rezeki kita bukan dari buyer, rezeki kita bukan dari pelanggan kita, tapi rezeki kita mutlak minallaah, Laa Ilaaha Illallah.
#Ust. Yusuf Mansur
share ulang oleh www.tokopaytren.com
0 komentar:
Post a Comment